Cintanya Sampai Ke Mahsyar (Bhg.Akhir)
May 23, 2009
, Posted by hamba_tarbiyah at 12:59 PM
Dengan memanggil-manggil umatnya inilah, Rasul Akhir Zaman itu wafat di pangkuan isterinya tercinta, Sayyidah Aisyah RA, pada hari Isnin, 12 Rabi‟ul Awwal 11 H, bertepatan tanggal 3 Jun 632 Masihi, dalam usia 63 tahun.
Maka meledaklah tangisan para sahabat. Sang kekasih Allah telah wafat, membawa cinta yang agung, cinta kepada umat, hingga akhir hayat. Bahkan dibawanya sampai Padang Mahsyar.
Ketika nyawanya sudah sampai ke tenggorokan, pemimpin Besar dan Pencipta Peradaban itu bukan mengkhuwatirkan keluarganya, melainkan bimbangkan umatnya.
“Ummati, ummati….”
Sesaat sebelum wafat, sebagaimana tercatat dalam Shahih Bukhari, Rasulullah SAW masih sempat berwasiat dan menghibur umatnya. Baginda bersabda,
“Wahai umatku, kalian akan melihat hari yang tidak kalian sukai, yaitu perpecahan dan fitnah dari berbagai musibah yang akan datang. Akan tetapi hendaklah kalian bersabar sehingga berjumpa denganku di Telaga Haudh kelak…”
Sementara itu, dari sumber kitab Shahih Bukhari diriwayatkan, pada hari Isnin waktu subuh, Nabi SAW merasa kondisinya mulai membaik. Maka ketika mendengar adzan, baginda memutuskan untuk pergi ke masjid sekalipun kondisinya masih lemah.
Ketika baginda memasuki masjid, solat sudah bermula. Para sahabat lantas menjerit, mengucapkan, “Sub-hanallah, sub-hanallah”, pertanda gembira dan bersyukur menyaksikan kondisi kesihatan junjungan mereka yang mulai sembuh.
Begitu melihat Nabi datang, para sahabat hampir membatalkan solat. Namun, baginda memberi isyarat agar mereka meneruskannya.
Abu Bakar Mundur
Sejenak baginda berdiri menatap mereka dengan bahagia. Wajahnya berseri-seri menyaksikan ketaatan umatnya. Sampai-sampai Annas bin Malik berkata,
“Belum pernah aku melihat pandangan yang lebih menakjubkan dari wajah Nabi SAW (ketika itu).” Kemudian beliau tersenyum.
Abu Bakar As-Shiddiq, yang menjadi imam solat, menyedari apa yang terjadi di belakangnya. Yakni, pasti Rasulullah SAW ada di masjid. Maka tanpa menoleh, ia pun mundur.
Tetapi, Nabi segera memegang bahunya dan mendorongnya maju agar terus mengimamkan solat, sementara Nabi SAW shalat di sebelah kanan Abubakar dalam posisi duduk.
Selesai solat, Nabi kembali ke rumah Sayyidah Aisyah RA dipapah oleh Fadlal dan Tsawban, sementara Ali dan Abbas mengikuti dari belakang. Sampai di rumah, Nabi SAW kembali ke tempat tidur, berbaring di pangkuan isteri tercintanya itu.
Dan ternyata, solat subuh tadi adalah kali yang terakhir Nabi SAW solat berjamaah dengan para sahabatnya. Ketika itulah segenap kekuatan Nabi SAW yang semakin melemah.
Saat Abdul Rahman bin Abu Bakar masuk ke dalam kamar sambil membawa siwak (sikat gigi dari kayu arak), Sayyidah Aisyah RA melihat Nabi SAW sepertinya menginginkannya.
Maka Sayyidah Aisyah RA pun meminta siwak itu, membersihkannya, lalu memberikannya kepada ayahanda tercinta. Lalu baginda pun membersihkan giginya, sekalipun kondisinya cukup lemah.
Tidak lama kemudian Rasulullah SAW mulai tidak sedarkan diri. Sayyidah Aisyah RA menyangka baginda sedang menghadapi sakaratul maut. Tapi, sekitar satu jam kemudian, baginda membuka matanya.
Sayyidah Aisyah RA teringat Rasulullah SAW pernah bersabda,
“Tidak ada seorang nabi pun yang dicabut nyawanya sebelum ia ditunjukkan tempatnya di syurga.” Sayyidah Aisyah RA pun memahami, inilah saat sakaratul maut itu. Sejenak kemudian, Nabi SAW bersabda dengan suara bergumam,
“Dan barang siapa metaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, iaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang soleh. Mereka itulah sahabat yang paling baik.” – QS An-Nisaa (4): 69.
Setelah itu, baginda kembali bergumam,
“Ya Allah, aku memilih bersama Yang Maha Mulia.”
Setelah itu, kepala Nabi SAW berangsur-angsur terasa bertambah berat di pangkuan Sayyidah Aisyah RA, sehingga para isteri yang lain menangis. Sayyidah Aisyah RA lalu membaringkan kepala baginda di bantal, kemudian menangis bersama isetri Nabi SAW yang lain.
Dalam Shahih Bukhari diriwayatkan, begitu mendengar Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar Shiddiq berlari menuju ke rumah kediaman Sayyidah Aisyah RA. Namun jasad Nabi SAW telah membujur kaku.
Ketika menyingkap kain yang menutup tubuh Nabi SAW, beliau menangis sambil memeluk wajah Sang Rasul. Saat memandikan jenazah Rasulullah, Ali bin Abi Thalib berkata, “Wahai Rasulullah, ketika hidup, Tuan semerbak mewangi. Ketika wafat pun, tubuh Tuan tetap wangi.”
Ya… Rasulullah SAW, dan syari'atnya, tetap akan selalu semerbak mewangi sampai hari kiamat..
Currently have 0 comments: